Khalifah pertama dari al-Khulafa' ar-Rdsyidun, sahabat Nabi SAW yang terdekat,
dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun
al-awwalun). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi. Pada
masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah. Nama Ini diberikan kepadanya
sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar
oleh Nabi SAW menjadi Abdullah. Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah SAW karena
ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar as-Siddiq yang berarti
'amat membenarkan' adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia amat segera
membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa
Isra Mikraj.
Ayahnya bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Sa'd bin
Taim bin Murra bin Ka'ab bin Lu'ayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik.
Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakhr yang berasal dari keturunan Kuraisy.
Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada neneknya yang bernama Ka'b bin Sa'd
bin Taim bin Murra. Kedua orang-tuanya berasal dari suku Taim, suku yang
melahirkan banyak tokoh terhormat.
Sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang baik dan sabar, jujur, dan lemah
lembut. Sifat-sifat yang mulia itu membuat ia disenangi dalam masyarakat. Ia
menjadi sahabat Nabi SAW sejak keduanya masih remaja. Setelah dewasa ia mencari
nafkah dengan jalan berdagang. Sebagai pedagang ia dikenal amat jujur, berhati
suci, dan sangat dermawan. Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu
nasab (pengetahuan mengenai silsilah keturunan). Ia menguasai dengan baik
berbagai nasab kabilah dan suku-suku Arab, bahkan juga dapat mengetahui
ketinggian dan kerendahan derajat masing-masing dalam bangsa Arab, terlebih lagi
suku-suku Arab Kuraisy.
Abu Bakar masuk Islam pada hari-hari pertama Islam didakwahkan. Tidak sulit
baginya meyakini ajaran-ajaran yang disampaikan Nabi SAW karena sejak muda ia
sudah kenal betui akan keagungan Nabi Muhammad SAW. Setelah masuk Islam, ia
menumpahkan seluruh perhatiannya untuk pengembangan Islam. Ia merupakan sahabat
yang paling banyak mendermakan harta bendanya bagi kepentingan dakwah Islam.
Sebagai seorang yang disegani di kalangan bangsawan Arab, keislaman Abu Bakar
membuat banyak orang Arab Kuraisy tertarik masuk Islam, seperti Usman bin Affan,
Abdur Rahman bin Auf, dan Zubair bin Awwam.
Di antara Abu Bakar dan Nabi SAW terjalin hubungan persahabatan yang sangat erat
karena selain diikat oleh tali persaudaraan seiman, juga karena salah seorang
putri Abu Bakar, Aisyah RA, menjadi istri Nabi SAW. Dengan kata lain Nabi SAW
adalah menantu Abu Bakar.
Banyak peristiwa yang menggambarkan betapa kecintaan Abu Bakar kepada Nabi SAW.
Setiap kali Abu Bakar melihat Nabi SAW diganggu dan disakiti oleh orang-orang
kafir Kuraisy, ia selalu tampil membela Nabi SAW. Dalam suatu riwayat
diceriterakan bahwa Nabi SAW sedang khusyuk melakukan salat di Masjidilharam,
tiba-tiba datanglah Uqbah bin al-Muit dan langsung mencekik Nabi SAW yang sedang
sujud. Hampir saja Nabi SAW berada dalam bahaya kalau tidak ada Abu Bakar yang
datang menolongnya. Peristiwa lain adalah kesetiaannya mendampingi Nabi SAW
dalam perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah, suatu perjalanan yang penuh
dengan risiko.
Perjuangan Abu Bakar dan darmabaktinya bagi pertumbuhan dan perkembangan Islam
banyak yang dapat disebutkan. Di antaranya, ia sangat menaruh perhatian kepada
penderitaan kaum lemah, khususnya para budak yang menerima dakwah Nabi SAW.
Sejumlah budak yang disiksa oleh tuannya karena mereka memeluk Islam ditebus
oleh Abu Bakar dengan hartanya untuk kemudian dimerdekakan. Salah satu dari
budak-budak itu adalah Bilal bin Rabah
Dalam setiap pertempuran yang terjadi pada masa Nabi SAW, Abu Bakar tidak pernah
absen, melainkan selalu berada dekat Nabi SAW. Dalam peperangan Tabuk bukan
hanya jiwa yang dipertaruhkannya, tetapi juga seluruh harta bendanya habis
dikorbankan untuk memenangkan perjuangan Islam.
Ketika kota Mekah berhasil ditundukkan, umat Islam bersiap-siap menunaikan
ibadah haji tahun berikutnya. Karena kesibukan di Madinah, Nabi SAW tidak dapat
memimpin jemaah haji, sebagai wakilnya beliau menunjuk Abu Bakar. Dalam banyak
kesempatan Abu Bakar sering dipercayakan Nabi SAW untuk mewakili dirinya.
Rasulullah SAW telah memberikan kedudukan yang tinggi kepada Abu Bakar, bahkan
lebih tinggi daripada sekian banyak sahabat yang lain. Ini terbukti pada saat
Rasulullah SAW uzur (berhalangan), tidak dapat mengimami salat di Masjid
Madinah, Nabi SAW menunjuk Abu Bakar untuk menggantikannya sebagai imam salat.
Abu Bakar juga berhasil membina putra-putrinya menjadi penganut Islam yang rela
berkorban untuk kepentingan Islam. Di antaranya yang terkenal dalam sejarah
adalah kedua putrinya, Aisyah RA dan Asma, sedang putranya adalah Abdur Rahman
dan Abdullah.
Setelah Rasulullah SAW wafat tahun 632, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah
pertama pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu
itu, daerah kekuasaan Islam hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang
terdiri atas berbagai suku Arab. Ada dua faktor utama yang mendasari terpilihnya
Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:
Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin)
haruslah berasal dari suku Kuraisy; pendapat ini didasarkan pada hadis yang
berbunyi ala'immah min Quraisy (kepemimpinan itu di tangan orang Kuraisy)
Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena
beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara lain ia adalah laki-laki dewasa
pertama yang memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW
pada saat hijrah dari Mekah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Sur, ia
yang ditunjuk Rasulullah SAW untuk mengimami salat pada saat beliau sedang
uzur, dan ia keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
Sebagai khalifah, Abu Bakar mengalami dua kali dibaiat. Pertama di Saqifah Bani
Sa'idah yang dikenal dengan bai'ah khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid
Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan bai'ah 'ammah.
Seusai acara pembaiatan di Masjid Nabi di Madinah, Abu Bakar sebagai khalifah
yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. Ia memulai pidatonya dengan
menyatakan sumpah kepada Allah SWT dan menyatakan ketidakberambisiannya untuk
menduduki jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan, "Saya
telah terpilih menjadi pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang
terbaik di antara kalian. Karena itu, bantulah saya seandainya saya berada
dijalan yang benar dan bimbinglah saya seandainya saya berbuat salah. Kebenaran
adalah kepercayaan dan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di
antara kalian akan menjadi kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin
hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan orang yang kuat di antara kalian
adalah lemah dalam pandangan saya sehingga saya dapat merebut hak daripadanya.
Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya."
Masa awal pemerintahan Abu Bakar diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang
mengaku diri nabi, pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya
orang-orang yang ingkar membayar zakat. Munculnya orang-orang murtad disebabkan
oleh keyakinan mereka terhadap ajaran Islam belum begitu mantap, dan wafatnya
Rasulullah SAW menggoyahkan keimanan mereka. Tentang orang-orang yang mengaku
diri nabi sebenarnya telah ada sejak masa Rasulullah SAW, tetapi kewibawaan
Rasulullah SAW menggetarkan hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya. Mereka
mengira bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah sehingga mereka berani
membuat kekacauan. Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka bahwa
perjanjian perdamaian yang dibuat bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan berakhir
dengan wafatnya Nabi SAW sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk kepada
penguasa Islam yang baru. Orang-orang yang ingkar membayar zakat hanyalah karena
kelemahan iman mereka. Terhadap semua golongan yang membangkang dan memberontak
itu Abu Bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh mayoritas
umat. Untuk menumpas seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan,
masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin
Walid, Amr bin As, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu
singkat seluruh kekacauan dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat
ditumpas dengan sukses.
Meskipun fase permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia
tetap berkeras melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan ke
daerah Suriah di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya, keinginan Abu
Bakar ditentang oleh sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat
memprihatinkan akibat berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi, setelah ia
meyakinkan mereka bahwa itu adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman
pasukan itu pun disetujui.
Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat strategis dan
membawa dampak yang sangat positif. Pengiriman pasukan pada saat negara dalam
keadaan kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa kekuatan Islam cukup
tangguh sehingga para pemberontak menjadi gentar. Di samping itu, langkah ini
juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan
yang bersifat intern. Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan
gemilang dan kembali dengan membawa harta rampasan perang yang berlimpah.
Sebagai usaha berikutnya, ia melakukan perluasan wilayah Islam ke luar Jazirah
Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan
wilayah kekuasaan Islam. Abu Bakar berpendapat bahwa daerah ilu harus
ditaklukkan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa,
Persia dan Bizantium. Ekspansi ke Irak dipimpin panglima Khalid bin Walid, ke
Suriah dipimpin oleh tiga panglima, yaitu Amr bin As, Yazid bin Abu Sufyan, dan
Syurahbil bin Hasanah. Pasukan Khalid dapat menguasai al-Hirah pada tahun 634.
Akan tetapi, tentara Islam yang menuju Suriah, kecuali pasukan Amr bin As,
mengalami kesulitan karena pihak lawan, yaitu tentara Bizantium, mempunyai
kekuatan yang jauh lebih besar dan perlengkapan perangnya jauh lebih sempurna.
Untuk membantu pasukan Islam di Suriah, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid
segera meninggalkan Irak menuju Suriah dan kepadanya diserahi tugas memimpin
seluruh pasukan. Khalid mematuhi perintah Abu Bakar dan berhasil memenangkan
pertempuran. Kemenangan itu tidak dapat disaksikan oleh khalifah karena ketika
peperangan sedang berkecamuk, Abu Bakar jatuh sakit dan tidak berapa lama
kemudian meninggal.
Selain usaha memperluas wilayah ke luar Semenanjung Arabia, Khalifah Abu Bakar
juga melakukan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur'an yang selama ini berserakan di
berbagai tempat. Usaha ini dilakukan atas saran Umar bin Khattab. Pada mulanya
ia agak berat melaksanakan tugas ini karena belum pernah dilakukan pada masa
Nabi SAW. Akan tetapi, Umar mengemukakan alasan banyaknya sahabat penghafal
Al-Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis
seluruhnya. Abu Bakar pun dapat menyetujuinya. Selanjutnya ia menugaskan kepada
Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas
pengumpulan itu.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu
Bakar senantiasa meneladani perilaku Rasulullah SAW. Prinsip musyawarah dalam
pengambilan keputusan, seperti yang dijalankan Nabi SAW, selalu dipraktekkannya.
Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka
yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat, perhatiannya juga sangat besar. Sahabat
yang telah menduduki suatu jabatan pada masa Nabi SAW tetap dibiarkan pada
jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam
pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya.
Untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga Bait al-Mdl,
semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu
Ubaidah, sahabat Nabi yang digelari amin al-'ummah (kepercayaan umat). Selain
itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin
Khattab. Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar adalah membagi sama rata
hasil rampasan perang (ganimah). Dalam hal ini, ia berbeda pendapat dengan Umar
bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap
sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang
dilakukan atas nama Islam akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT di
akhirat. Karena itu, biarlah di dunia mereka mendapat bagian yang sama.
Persoalan besar yang sempat diselesaikan Abu Bakar sebelum wafat adalah
menetapkan calon khalifah yang akan menggantikannya. Dengan demikian, ia telah
mempersempit peluang bagi timbulnya pertikaian di antara umat Islam mengenai
jabatan khalifah. Dalam menetapkan calon penggantinya, Abu Bakar tidak memilih
anak atau kerabatnya yang terdekat, melainkan memilih orang lain yang secara
obyektif dinilai mampu mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu
sahabat Umar bin Khattab. Pilihan itu tidak segera diputuskannya sendiri, tetapi
dimusyawarahkannya terlebih dahulu dengan sahabat-sahabat besar. Setelah
disepakati, barulah ia mengumumkan calon khalifah itu.
Abu Bakar dengan masa pemerintahannya yang amat singkat (kurang lebih dua tahun)
telah berhasil mengatasi tantangan-tantangan dalam negeri Madinah yang baru
tumbuh itu, dan juga menyiapkan jalan bagi perkembangan dan perluasan Islam di
luar Semenanjung Arabia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar