Sabtu, 27 Februari 2010
Akhir Kerja Pansus dan Genitnya Pemakzulan
Harian Pelita, 17 Feb 2010
Oleh Mochtar W Oetomo
DALAM berbagai kesempatan, Anas Urbaningrum Ketua Fraksi Demokrat DPR mengungkapkan, hendaknya kita jangan terlalu genit berbicara soal pemakzulan (impeachment). Semua ini bermula dari peristiwa pertemuan Presiden SBY dengan tujuh ketua lembaga tinggi negara di Istana Bogor. Jawa Barat. Kamis 421/ 1) -dimana dalam keterangan persnya SBY menyinggung soal pemakzulan. Maka, seperti bola liar diskursus tentang pemakzulanpun mengharubiru media massa.
Ibarat sebuah stimuli, penilaian dan kecurigaan berbagai kalangan terhadap pertemuan Bogor adalah sebuah respon dari sebuah proses dialogisme politik. Respon yang genit hanya mungkin muncul dari sebuah stimuli yang genit.
Jika pertemuan tersebut hanyalah komunikasi politik yang wajar antar pimpinan, lembaga tinggi negara, maka tentu tak perlu ada jumpa pers genit yang menyebut-nyebut soal pemakzulan.
Meski pertemuan itu sendiri adalah wajar dan sah. tetapi mengingat Presiden dan para pimpinan lembaga tinggi negara berkumpul di saat DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan masyarakat luas tengah "terbe-tot" oleh penanganan skandal Bank Century.
Ada kesan Presiden sedang mencari aman, meminta dukungan kepada para ketua lembaga negara. Apalagi akhir-akhir ini ada suara-suara yang meminta Pansus Angket (DPR) Bank Century memanggil Presiden untuk dimintai keterangan. Ketika Presiden sendiri dalam keterangannya persnya mengatakan, mosi tidak percaya atau impeachment (pemakzulan) terhadap presiden dan wakil presiden tidak berlaku di negara dalam sistem presidensiil.
Dimana antar lembaga tinggi negara tidak boleh saling menjatuhkan, maka seolah-olah Presiden baru saja mendapat jaminan bahwa dirinya jauh dari ancaman pemakzulan. Logika Pemakzulan alam logika yang paling sederha sclilipun, semua teks ini tentu berkait dergao-teks lain yang memungkinkan pemakzulan terhadap presiden itu terjadi. Yakni, berkait dengan suasana yang semakin "membara" yang terjadi akhir-akhir ini terkait dengan skandal Bank Century.
Kasus Bank Century yang menggerogoti keuangan negara sebesar Rp 6.7 triliun itu telah mendorong pansus meminta keterangan pada Wakil Presiden Boediono selaku mantan Gubernur BI serta Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Dan adanya juga kemungkinan pemanggilan terhadap presiden.
Dalam sistem presidensiil. pemanggilan terhadap presiden (meski baru wacana) tentu adalah sesuatu yang membahayakan wibawa dan mengganggu legitimasi presiden. Apalagi pada saat bersamaan kerja Pansus Century telah sampai pada soal aliran dana yang makin banyak membuka tabir ketidakberesan kebijakan bailout Bank Century. Ditambah lagi dengan banyaknya kritik terhadap kinerja 100 hari pemerintahan di bawah kepemimpinnya.
Senyampang dengan bola liar soal diskursus pemakzulan tersebut, maka gereget Pansus Century mendekati akhir masa tugasnyapun ikut-ikutan menjadi bola liar. Fokus persoalan terkait keputusan pencairan dana talangan (bailout) se-nilai Rp6.7 triliun bukan sekadar mengarah pada upaya membongkar siapa yang harus bertanggung jawab dan kemungkinan penyimpangan, tapi juga sudah mengarah pada wacana high pulih. . .ni ii pemakzulan Pre-siden-Wakil Presiden.
Apalagi pada saat bersamaan ada dorongan kuat dari elemen Gerakan Indonesia Bersih (GIB) yang akan melakukan aksi besar-besaran tangal 28 Januari Ini. Sejauh ini pansus memang belum menyimpulkan letak kesalahan bailout dan siapa yang bertanggung jawab, apalagi jika menghitung formasi kekuatan politik di DPR.
Namun, dari bau di balik manuver yang dipertontonkan sejumlah politikus dan partai politik di belakangan-, nya yang bisa disaksikan masyarakat secara live di televisi terasa adanya ambisi tersebut. Di antara yang bisa dirasakan adalah semangat untuk mengejar kesalahan kebijakan dan show of force kekuatan pansus Dis a uispemerintah, dalam hal ini terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono.
Karena itu wajar jika Presiden SBY memberi perhatian serius. SBY kembali melontarkan sinyalemen soal pemakzulan. saat memberi pengarahan pada Rapat Pimpinan TNI 2010 di Mabes TNI Cilangkap. Jakarta (25/1).
Bahkan secara verbal SBY mengingatkan parlemen untuk tidak berpikir tentang upaya pemakzulan dirinya. Benar atau tidak muara kasus Century adalah upaya pemakzulan.bola panas Century telah memicu konflik dua lembaga negara. Presiden dan Parlemen. Dalam konteks demokrasi, ketegangan politik antara eksekutif dan legislatif adalah suatu hal wajar.
Karena demokrasi mempersyaratkan adanya checks and balances. Munculnya kritik ataupun manuver politik dari parlemen bisa menjadi upaya untuk mengerem kemungkinan munculnya perilaku otoritarian dan korup penguasa. Namun, jika kritik yang dimunculkan berpijak dari subjektivitas cara pandang, apalagi keinginan mendelegitimasi dan menjatuhkan lawan politik, maka yang terjadi ketidaksehat-an politik.
Pemakzulan baru dijadikan konsumsi politik jika presiden dan wakil presiden tidak dapal menjalankan tugasnya, melakukan pelanggaran hukum berat, melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, menerima suap.serta melakukan perbuatan tercela.
Dengan pemahaman demikian, sudah semestinya Pansus Century kembali bekerja sesuai norma politik. empersoalkan kebijakan bailout bisa dipahami sebagai pemaksaan subjektivitas sudut pandang. Namun yang tak kalah penting adalah Presiden J uga mesti mengatur pola komunikasi politiknya yang cenderung gemar mengumbar pernyataan kontroversial. Gemar berkeluh kesah, dan gemar melempar bara perdebatan. Rakyat memerlukan kepemimpinan yang tangguh, bukan cengeng.
Perlu leadership yang bisa menggerakkan roda sitem, bukan malah melempar tanggung jawab dengan permainan citra diri. Seorang pemimpin mestinya justru menjadi tempat curhat dan keluh kesah rakyatnya, bukan sebaliknya pemimpin yang selalu mengadu pada rakyatnya. Jika pola komunikasi politik SBY tetap ndak beranjak wajar saja jika bola liar wacana pemakzulan akan bertemu dengan bola liar Pansus Century.
Pemaksaan kebenaran yang mengarah pada kriminalisasi kebijakan bukan hanya akan menjatuhkan Presl-den-Wakil Presiden, tapi pada akhirnya akan melumpuhkan sistem pemerintahan. Ini barangkali pertanyaan yang harus dijawab jika pemakzulan itu benar-benar terjadi. Meskipun juga harus perlu dikritisi, bahwa secara umum perjalanan 100 hari pemerintahan SBY dapat dikatakan tanpa kesan mendalam di hati publik. Alih-alih ada terobosan kebijakan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, bebas korupsi, dan efektif. Presiden SBY justru masih sibuk membangun citra positif bagi diri dan pemerintahannya.
Dan ironisnya pembangunan citra tersebut tidak dilakukan melalui terobosan kebijakan, tetapi melalui pidato dan pernyataan yang tidak perlu sehingga menuai kritik publik yang luas. Kita tunggu saja akhir perjalanan bola liar itu kemana. (Penulis adalah staf pengajar F1SIB Unijoyo, Madura)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar