Rabu, 03 Februari 2010

BARCELONA: Life is Passing

Mochtar W Oetomo

Memasuki pekan kedua tahun 2010, Barcelona masih saja kukuh dipuncak klasemen La Liga Spanyol. Dengan melumat Tenrife 5-0 (11/1/2010), dominasi Barca belum tergerus, meski pada saat bersamaan Real Madrid kompetitor utama Barca juga menggulung Mallorca (2-0). Hingga pekan ke-17, Barca menjadi satu-satunya kesebelasan yang belum pernah kalah, mengemas 43 poin, dengan produktivitas gol 42-10, jarak 2 poin dengan tim bertabur triliyun Real Madrid.

Seperti kita tahu bersama, sepanjang tahun 2009 adalah tahun keajaiban Barcelona. Sepanjang sejarah sepak bola profesional, belum pernah kita disuguhi sebuah miracle seperti yang disuguhkan oleh Barca tahun lalu. Sebelum pertandingan final melawan Estudiantes di Piala Dunia Antar Club Abu Dhabi, beberapa waktu lalu, Guardiola (pelatih Barca), berujar pada para pemainnya;

“Jika hari ini kalian kalah, Barcelona akan tetap menjadi nomer 1. Tapi jika kalian menang, maka sejarah akan mencatat, dan kalian akan dikenang sepanjang masa”. Dan menjelmalah keajaiban itu. Enam gelar sepanjang tahun 2009. Juara Liga Spanyol, Piala Raja Spanyol, Piala Super Spanyol, Piala Champion Eropa, Piala Super Eropa, dan piala Dunia Antar Klub. Dan ditutup dengan manis oleh Lionel Messi, dengan gelar pemain terbaik Eropa dan Dunia. Serta 4 pemainnya (Messi, Xavi, Iniesta, Alaves) yang masuk starting XI versi FIFA.

Sebuah prestasi yang belum pernah dicapai oleh kesebelasan manapun, bahkan oleh Real Madrid yang dinobatkan sebagai Tim Terbaik Abad XX dengan 9 gelar piala Champion-nya. Sebuah miracle, yang rasanya juga akan sangat sulit di tandingi oleh tim manapun, bahkan oleh Barcelona sendiri dimasa-masa yang akan datang.

Banyak analis mengatakan, Barca bisa mencapai prestasi fenomenal tersebut karena kesempurnaan yang dimilikinya. Pemain bertalenta yang merata disetiap lini. Karena memiliki anak ajaib bernama Messi. Gelandang perkerja keras dan baik hati seperti Xavi Hernandes dan Andreas Iniesta. Winger selincah dan setajam Eric Abidal dan Daniel Alaves. Kapten seelok Carlos Puyol. Kiper setrengginas Victor Valdes.Bomber sedahsyat Ibrahimovic. Dan petempur cadangan sekelas Pedro Rodrigues, Bojan Kirkcic. Dan kesempurnaan itu makin sempurna dengan Pelatih berfilosofi ofensif seperti Pep Guardiola. Yang dianggap cermat dan cerdik meramu semua potensi, terbuka, egalaiter dan motivator ulung.

Bagi saya, fenomena Barcelona telah membuka esensi permainan paling populer sejagad itu. Bukan hanya sekedar bermain dengan bergembira. Bukan sekedar permainan menyerang yang cantik dan menghibur. Bukan pula sekedar fair play. Barcelona meraih semua keajaiban itu, karena passing. Ya, ternyata passing-lah esensi keajaiban Barca sepanjang 2009.

Barangkali sedikit orang yang memperhatikan. Barca tercatat sebagai kesebelasan dengan tingkat akurasi passing paling tinggi di dunia, kisaran 78%. Sementara tim-tim besar lain hanya pada kisaran akurasi 62%. Maka, tidak heran jika Barca sampai melahirkan 3 pemain yang dijuluki sebagai master of passing. Yakni, sang kapten Carlos Puyol, Xavi Hernandes dan Andreas Iniesta.

Esensi passing adalah berbagi, memberi dan menerima bola dengan akurat. Dan melanjutkannya lagi membagi pada pemain lain dengan visioner dan akurat pula. Sedang esensi membagi dan menerima (take and give) adalah kepercayaan. Dan dahsyatnya, kepercayaan adalah amanah. Seperti amanahnya Messi, Henry, Eto’o (sebelum ke Inter Milan), Ibrahimovic, Bojan, ketika menerima bola dari para master of passing dan melesakkannya menjadi sebuah goal. Sebuah tujuan, kegembiraan dan kemenangan. Akurasi passing-lah yang membuat gerakan para pemain Barca nampak sehati, visioner, enak dilihat, indah dipandang, manis dituturkan. Maka, sesungguhnya kegembiraan dan kemenangan itu bukan hanya menjadi milik Barca, Messi ataupun Guardiola dan Laporta, tapi milik seluruh penikmat bola. Milik kita semua.

Barca tidak hanya mengajari kita bagaimana permainan menyerang yang indah. Tapi sesungguhnya juga mengajari bagaimana hidup dan berkehidupan yang indah, melalui passing, melalui berbagi. Barca, melalui Puyol, Xavi dan Iniesta mengajarkan bahwa hidupa sejati, kebahagiaan sejati adalah manakala kita sanggup berbagi dengan yang lain. Saat kita mampu membahagiakan orang lain. Ghoniyun Mughniyun. Seperti yang tersirat dalam Asma Allah, kekayaan yang sejati adalah manakala kita mampu membuat orang lain menjadi kaya. Manakala kita mampu memerangi kemiskinan. Mampu mengentas orang lain dari penderitaan, kepapaan dan ketertindasan. Persis seperti yang telah diajarkan Gus Dur sang Guru Bangsa.

Barca mengajarkan bagaimana semestinya kita menjadi “manusia”, yang katanya makhluk paling sempurna. Bukan hanya sekedar seperti tetumbuhan, yang hidup, tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri. Atau seperti hewan yang hidup, tumbuh dan berkembang hanya untuk dirinya, pasangannya, keluarganya dan maksimal golongannya. Tetapi bener-bener menjadi “manusia” yang hidup dan berkembang untuk orang lain, untuk kehidupan dan semesta, rahmatan lil alamin. Maka umat Islampun, juga harus peduli pada isu pemanasan global, atau isu pergerakan sistem moneter internasional yang tak sehat.

Itulah makanya dalam Al Qur’an kata “manusia” diejawantahkan dalam tiga terma. Manusia sebagai Al Bashor (yang tumbuh sebagai diri pribadi), An Nas (yang tumbuh sebagai makhluk sosial), Al Insan (yang tumbuh sebagai makhluk Allah, makhluk semesta). Maka, tidak pernah ada bashor kamil atau nas kamil. Adanya Insan Kamil, manusia sempurna, yang mampu berbagi pada semesta (bukan hanya pada manusia), rahmatan lil alamin.

Lihatlah dahsyatnya dan indahnya arti berbagi dalam kasus “Koin Cinta Untuk Prita”. Keping yang tak berarti bagi kita itu, ternyata menjelma menjadi sebuah kasih sayang yang maha dahsyat. Kekuatan yang luar biasa. Dan nilai yang tak terlukiskan. Bayangkan saja, jika hanya sebulan sekali saja, ada gerakan koin cinta. Berapa orang papa, teraniaya dan tertindas yang akan tertolong. Bayangkan juga jika setiap umat Islam mau sedikit repot mengitung 2,5% penghasilannya untuk direlakan sebagai zakat, tiap bulannya atau tiap tahunnya. Bayangkan pula jika berton-ton daging kurban yang terdistribusi tidak pada tempat tiap tahunnya itu, terakumulasi dan dimanifestasikan dalam bentuk yang lain. Mungkin saja berbagai problem kemiskinan akan terselesaikan dalam waktu cepat, tanpa harus menjadi pungguk yang merindukan bulan, seperti kita yang menunggu janji-janji para pejabat sewaktu mereka kampanye.

Sudah tentu, semua ini akan melahirkan pertanyaan. Siapa yang akan mengelola proses pengumpulan dan distribusi semua hasrat berbagi tersebut.Karena kita memang terbiasa hidup untuk tidak saling percaya karena bobroknya sistem berbangsa dan bernegara kita. Tapi kalau tidak segera kita mulai. Selamanya juga tidak akan pernah lahir master of passing seperti Puyol, Xavi dan Iniesta. Selamanya pula tak akan lahir penyelesai yang amanah seperti Messi, Ibrahimovic dan Pedro.

Bukankah berbagi itu bukan hanya berarti uang atau materi. Tapi juga berbagi pikiran positif, ucapan manis, tindakan konstruktif. Berbagi ilmu, berbagi senyuman. Alangkah indahnya universum kehidupan kita, jika kita mau belajar berbagi, seperti apa yang telah dilakukan oleh Barcelona. Itulah sesungguhnya kemenangan dan prestasi sejati Barcelona. Seperti yang telah diajarkan oleh Gus Dur melalui peristiwa kewafatannya. Seperti ujar Sang Mahatma Gandhi, “Diwaktu hidup, buatlah semua orang tersenyum dan bahagia, meski engkau menangis sendirian. Maka, diwaktu mati semua orang akan menangis kehilangan, dimana saatnya engkau tersenyum sendirian.”

Selamat melintasi tahun 2010. Mari kita saksikan Barcelona, akankan tetap pada “passing” sebagai esensi permainannya. Jika tetumbuhanpun masih sanggup berbagi dengan daun, batang, cabang, ranting, buah dan bahkan getah dan akarnya. Jika hewanpun masih sanggup berbagi dengan bulu, kulit, daging atau bahkan darah dan tulangnya. Maka, sudah sepantasnya kita bertanya, dengan apa kita sanggup berbagi? Selamat berbagi.

Mochtar W Oetomo
Staf Pengajar FISIB Unijoyo Madura

Tidak ada komentar:

Posting Komentar