Jumat, 05 Februari 2010

SURVEY OPINI PUBLIK (POLLING) DLM PILKADA

Pemilihan kepala daerah (pilkada) Gubernur Sumatera Utara (Sumut) telah menyedot perhatian luas masyarakat di Sumut. Lihat saja, polling di Harian Waspada soal calon gubernur favorit mendapat perhatian luas di masyarakat. Buah bibir terhadap polling ini semarak dari warung-warung kopi hingga ke hotel-hotel berbintang di Medan. Ada yang mencemooh, tetapi ada juga yang memuji soal polling ini. Ada juga yang senang, karena namanya bertengger di urutan 10 besar, ada juga yang malu-malu kucing karena keluar dari barisan 20 besar.
Apapun hasilnya serta apapun pendapat publik, polling di Harian Waspada telah menjadi medium komunikasi yang efektif menyosialisasikan pilkada gubsu. Dan disini, peran Harian Waspada sebagai medium komunikasi publik telah berjalan on the track.
Persoalannya kemudian adalah apakah polling yang dilakukan sebuah media massa seperti Harian Waspada ataupun polling-polling lain yang dilakukan lembaga survei bisa ikut mempengaruhi publik dalam memberikan pilihannya dalam pilkada. Pertanyaan ini muncul untuk menjawab pertanyaan apakah publik sudah pada tahap mengetahui saja (afeksi) atau sudah mengalami perubahan sikap (behavior) atau bahkan telah menjatuhkan pilihannya (psikomotorik) terhadap seorang calon gubernur.
Sebagai seorang akademisi, saya pernah ditanya beberapa pejabat publik yang kebetulan ingin ikut pilkada gubsu. Menurut saya polling atau survey opini publik hanyalah merupakan satu dari sekian banyak rencana kampanye yang harus dibangun.
Bahwa penelitian jajak pendapat atau polling yang dilakukan secara kuantitatif tidak perlu berasal dari lembaga peneliti yang mahal. Yang penting adalah kita tahu dimana posisi kita. Artinya kita tahu apa yang sedang berkembang, dimana pihak lawan menunjukkan kelemahannya, tema atau isu-isu apa saja yang sedang “panas” dan yang dapat dimanfaatkan sebagai kenderaan bagi tujuan kita. Apakah data-data tersebut berasal dari lembaga polling atau survey yang berada di Jakarta (selama ini selalu dianggap paling hebat) atau sudah dikenal luas, kuranglah penting. Yang penting adalah independensi sumber yang memberikan fakta nyata tanpa kepentingan strategis.
Sering kali banyak calon pejabat publik yang terjebak kesalahan memilih lembaga polling yang lebih cenderung lebih mengikuti kemauan pihak yang mendanai polling, ketimbang memberikan hasil yang benar. Ini tentunya akan sangat merugikan calon pejabat publik karena ia tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal dari polling yang dibuat. Jika hal ini yang terjadi, maka polling hanyalah sekedar untuk menyenangkan, membenarkan atau membesarkan calon pejabat publik yang menjadi pendana untuk polling itu.
Saya juga melihat banyak sekali, khususnya di Sumatera Utara, calon-calon pejabat publik yang ngotot membuat polling tapi sama sekali tidak memahami arti dari polling itu sendiri atau polling macam apa yang dibutuhkannya saat ini. Polling secara terminilogi berarti penyatuan atau membuat menjadi satu. Dalam hal ini, polling dimaksudkan untuk menyatukan pendapat publik yang didapatkan melalui berbagai metode. Ada dengan menyebar questioner, wawancara, direct mail atau melalui pesan singkat (SMS).
Selain itu, polling juga mempunyai banyak macamnya. Karena tulisan ini berfokus pada polling yang terkait dengan manajemen politik, saya hanya akan menjabarkan beberapa jenis polling. Pertama, benchmark poll. Polling jenis ini adalah sebuah pengumpulan pendapat yang lengkap dan mendasar. Jajak pendapat berisi tentang citra, tema dan komposisi para pemilih sebelum kampanye dimulai. Benchmark poll harus menjadi sebuah petunjuk dasar untuk kegiatan-kegiatan kampanye yang akan datang. Kedua, panel survey atau serial polling. Jenis ini akan lebih memfokuskan jajak pendapat dalam waktu yang cukup panjang. Publik akan dipantau dan diobservasi secara terus menerus untuk melihat perbedaan suasana dan strategi yang telah dijalankan. Ketiga, tracking polling. Jajak pendapat jenis ini hampir mirip dengan jenis kedua diatas. Perbedaannya hanya pada waktu pelaksanaan jajak pendapat yang singkat (pada pekan-pekan terakhir menjelang hari pemilu). Dengan tracking polling ini kita akan bisa mendapatkan informasi paling muktakhir tentang pemilih dan untuk mengarahkan taktik kampanye pada detik-detik terakhir.
Tiga jenis polling yang saya sebutkan paling tidak akan bisa membantu para calon pejabat publik untuk memutuskan apakah mereka akan melakukan polling atau tidak. Dengan mengetahui jenis-jenis polling dalam manajemen politik ini, para calon pejabat publik bisa mendapatkan gambar utuh tentang polling yang akan mereka biayai. Saya juga berkeyakinan, polling bisa paling tidak memperkecil kemungkinan kalah dalam pelaksanaan pilkada.

Meneliti Kelemahan Lawan Politik
Polling atau survey bisa juga dilakukan tak hanya untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan seorang calon pejabat publik. Polling juga sebenarnya bisa dibuat untuk meneliti kelemahan lawan politik. Konsep ini dalam manajemen politik biasanya dinamai opposition research (penyelidikan tentang lawan). Dalam hal ini, semua aktivitas lawan politik seperti kampanye, kegiatan kehumasan, hubungan dengan media massa, dan lain sebagainya, haruslah mendapat perhatian. Melalui polling untuk tujuan penyelidikan terhadap kekuatan lawan, seorang calon pejabat publik bisa mendapatkan seluruh fakta-fakta yang disembunyikan oleh lawan politiknya. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan politik, seorang pejabat publik bisa dengan cepat memikirkan taktik jitu untuk menaklukkan kekuatan lawan. Selain itu dengan melakukan polling yang bertujuan mengetahui kekuatan lawan politik, seorang calon pejabat publik bisa menyelidiki kelemahannya sendiri.
Hasil opposition research juga bisa dipakai untuk menyerang lawan politik dengan menyebarkan informasi negatif tentang prilaku, latar belakang dan posisi lawan politik. Ini akan bisa dilakukan berulang-ulang karena didukung oleh opposition research yang mendalam. Namun, sering kali penyebaran informasi negatif terhadap lawan politik di cap sebagai negative campaign atau black campaign. Hal ini karena informasi yang disebar tidak mempunyai basis data yang akurat dan tidak bisa dibuktikan. Maka itu, apapun ceritanya, dalam sebuah kampanye negatif, riset dan dokumentasi tentang lawan politik menjadi sangat penting.
Menutup tulisan singkat ini, saya ingin mengatakan bahwa polling apapun, termasuk polling di Harian Waspada harus dilihat merupakan satu dari sekian banyak rencana kampanye yang harus dibangun seorang calon gubernur.

Aulia Andri, Political Communication Specialist, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar