Kamis, 13 Desember 2012

Saatnya Parpol Tawarkan Tokoh Muda



Sindonews.com___10 Dese 2012

JAKARTA– Sebagian besar masyarakat menginginkan adanya calon presiden (capres) dari kalangan muda pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Demikian inti hasil survei terbaru Institute Survei Indonesia (Insis) yang dirilis kemarin di Jakarta.

Dari 1.070 responden di 33 provinsi yang diwawancara secara tatap muka langsung pada 16 November–4 Desember 2012, 93,27% menyatakan bahwa kemunculan capres muda sebagai alternatif sangat perlu. Sebanyak 1,4% responden menjawab tidak perlu, sedangkan 5,33% tidak menjawab atau tidak tahu.

”Artinya,mayoritas publik memang menginginkan capres muda yang ditawarkan partai politik (parpol) untuk Pilpres 2014,” ujar peneliti Insis Mochtar W Oetomo. Insis juga melakukan survei lebih dalam tentang figur muda partai yang berpeluang besar menjadi capres alternatif 2014. Survei mencakup tiga kategorisasi,yakni dari sisi elektabilitas (keterpilihan), sisi akseptabilitas (penerimaan), dan sisi popularitas (keterkenalan). Nama-nama yang disodorkan kepada responden dalam kuesioner panduan adalah politisi muda yang saat pilpres berusia 45–55 tahun.

Dari sisi akseptabilitas dan akseptabilitas, kata Moechtar, Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar Priyo Budi Santoso menempati posisi teratas dengan elektabilitas 53,73%. Dia mengalahkan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dengan dukungan 51,02% dan Wakil Ketua DPR dari PDIP Pramono Anung yang mengantongi dukungan 49,53%.Adapun dalam hal akseptabilitas, Priyo juga berada di posisi puncak dengan 10,37%, mengalahkan Pramono Anung 9,25% dan Ketua Fraksi PKS DPR Hidayat Nur Wahid 8,41%.

Dalam hal popularitas, Priyo kalah dari Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang menjadi tokoh muda paling populer.Anas mengantongi dukungan 82,05%, Priyo 77,10%,sedangkan Hidayat Nur Wahid di posisi ketiga dengan 74,11%. ”Survei ini kami gelar untuk melihat secara objektif sejauh mana tokoh-tokoh muda parpol dikenal dan diminati sebagai capres,”jelas Mochtar.

Dia menerangkan, namanama politisi muda yang muncul dalam survei sebelumnya telah disaring juga.Tokoh-tokoh muda ini harus menduduki posisi strategis di partai masing- masing dan kerap muncul di media massa. Hasilnya, dari sembilan partai di DPR yang disurvei, hanya empat partai yang bisa mendudukkan wakilnya di jajaran teratas hasil survei secara keseluruhan. Di Partai Demokrat, Anas Urbaningrum selaku ketua umum masih terlalu kuat bagi kader lain. Anas meraih dukungan 7,10%, unggul dari mantan Sekretaris Dewan Pembina Demokrat Andi Mallarangeng 4,67% dan Sekjen DPP Demokrat Edhie Baskoro Yushoyono (Ibas) 2,14%.

”Yang menarik adalah besarnya jumlah responden yang belum menentukan pilihan.Di Partai Demokrat mencapai 76,63%. Responden Golkar 75,79%-nya masih bingung ditanya soal capres muda internal mereka. Adapun untuk PDIP terdapat 71,68% yang bersikap serupa dan PKS sebanyak 72,05%,”sebut Mochtar. Melihat secara umum dan nasional, Insis menilai ada empat nama yang paling mengemuka sebagai capres muda alternatif, yaitu Hidayat Nur Wahid, Pramono Anung, Priyo Budi Santoso, dan Puan Maharani.

” Empat nama ini yang menurut kesimpulan survei kami potensial di Pilpres 2014. Jika mereka dicalonkan, potensi dukungan publik akan cukup besar,”terangnya. Bagaimana dengan parpol? Menjawab pertanyaan wartawan di sela jumpa pers pengumuman hasil survei nasional bertema ”Figur Politisi Muda di Mata Publik: Mendorong Pemimpin Alternatif” ini,Mochtar menyatakan, Partai Nas- Dem bisa menjadi harapan baru masyarakat Indonesia yang mulai jenuh dengan pencitraan parpol lama.

Hal ini dibuktikan dengan beberapa hasil survei yang menyebutkan elektabilitas partai ini terus meningkat. ”Ketika NasDem membawa gerakan perubahan, maka itu menjadi theatre of mind di publik yang dapat melahirkan sebuah harapan,” terangnya. Faktor lain yang membuat masyarakat dapat memilih NasDem,lanjut dia,karena beberapa permasalahan hukum yang mendera parpol besar. ”Jadi, pada 2014 akan ada partai baru yang akan mampu ambil celah ini dan meraih suara signifikan,”pungkasnya.

Sementara itu,tokoh Partai NasDem yang juga mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto mengatakan, siapa pun yang terpilih nanti pada Pilpres 2014 harus mampu memahami sekaligus menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. ”Pemimpin hasil Pilpres 2014 harus benarbenar dipastikan mempunyai kemampuan memahami persoalan bangsa ini. Dengan memahami itu,dia harus masuk tahap selanjutnya, yakni tahu dan mau menyelesaikan persoalan tersebut,”ujar Endriartono di Jakarta kemarin.

Dia menjelaskan, pemimpin nasional mendatang harus bekerja keras dan memakai skala prioritas dalam bekerja. Dengan demikian, bangsa Indonesia bisa maju lebih cepat. Kecepatan dan ketepatan dalam bertindak sangat penting untuk mengatasi ketertinggalan dari negara-negara lain. Menurut Endriantono, permasalahan yang perlu segera dibenahi antara lain pengangguran. Hal ini harus diatasi dengan penciptaan lapangan pekerjaan. Sementara itu, masalah kemiskinan harus diatasi dengan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Tak kalah penting adalah membenahi sektor pertanian sebagai basis penghidupan mayoritas rakyat Indonesia saat ini. ”Saya sebut pertanian karena bila sektor ini dikelola secara serius, produksi hasil pertanian akan meningkat. Para petani, utamanya yang masih dalam usia produktif, tidak akan berpikir untuk beralih pekerjaan, apalagi memilih bekerja di luar negeri sebagai buruh migran,” ungkap alumnus Akademi Militer tahun 1971 ini.

Dia melanjutkan, masyarakat mulai saat ini harus berbenah diri sehingga dapat memilih figur capres yang kompeten, tegas, memiliki rekam jejak yang bersih, serta memprioritaskan kesejahteraan rakyat. Di tempat terpisah, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyoroti bermunculannya sejumlah lembaga survei baru menjelang Pemilu 2014.

Menurut dia, independensi, kejujuran, dan akurasi merupakan hal utama bagi lembaga survei agar tidak menyesatkan publik. ”Lembaga survei jangan menjadi tim sukses. Pengelolaannya harus profesional. Hasil surveinya berdampak besar pada kredibilitas lembaga survei itu sendiri,” pandangnya. Contoh nyata,menurut Siti, adanya lembaga survei yang memenuhi pesanan tertentu untuk menggiring opini publik, antara lain ketika muncul rilis hasil survei yang berbeda tentang tema yang sama pada periode yang sama.

”Akibatnya, kedua hasil survei itu meragukan. Terkadang ada pula hasil survei yang memaksakan merilis hasil pesanan. Jadinya blunder dan lucu,”katanya. Dia mengingatkan,independensi lembaga survei dapat dilihat dari pendanaan yang mandiri, bukan subordinasi dari partai ataupun tokoh tertentu. mohammad sahlan/ nelly marlianty

Tidak ada komentar:

Posting Komentar