Laporan : Riku Abdiono – Amal Insani
SURABAYA (Surabaya Pagi) – Ini peringatan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April nanti. Tingginya angka golput pada pemungutan suara di luar negeri yang digelar sejak 30 Maret, bisa menular ke Jawa Timur (Jatim) maupun daerah-daerah lainnya. Ironisnya, berdasarkan survei terbaru di Jatim, mereka yang Golput justru dari pemilih pemula. Dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 di Jatim sejumlah 30.545.935 orang, angka Golput diprediksi di atas 35%. Selain tak percaya lagi pada janji-janji politikus atau calon anggota legislatif (Caleg), mereka juga minim pengetahuan soal teknis pelaksanaan Pemilu. Sementara berkaca dari Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim 2013 lalu, angka Golput di kisaran 40%. Sedang Golput pada Pemilu 2009 sekitar 30%.
Direktur Surabaya Survey Centre (SSC) Mochtar W Oetomo mengatakan tingkat partisipasi pemilih di Jatim lebih jelek dar ipada Pileg 2009 mencapai 73%, dan hanya 27% pemilih saja yang tidak menggunakan hak pilihnya. Tingkat partisipasi pemilih pada Pileg 2014 diprediksi rendah. Berdasarkan survei dari SSC, tingkat Golput alias tidak memberikan pilihan diprediksi diatas 35% dari total DPT Pemilu 2014 di Jatim sebanyak 30.545.935 orang.
“Menurut survei kami sampai Februari 2014, tingkat partisipasi Pileg 2014 ini rendah, paling tinggi nanti hanya 65% saja. Yang tidak menggunakan hak pilihnya lumayan tinggi, sekitar 35% lebih,” ujar Mochtar, Senin (31/3/2014).
Menurut dia, persentase 35% yang tak menggunakan hak pilih didominasi oleh para pemilih pemula. Penyebab utamanya adalah minimnya pengetahuan pemilih pemula soal teknis pelaksanaan pemilu. Selain beberapa diantaranya sudah apatis terhadap pemilu yang dianggap membosankan. Sebab sebelum ada pemilu, ada pilgub dan pilkada di berbagai daerah.
Mereka yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) nanti diperkirakan adalah, pemilih dewasa dinilainya lebih memiliki pengetahuan sehingga aktif saat pencoblosan. Kemudian, pemilih yang sudah kenal dengan caleg atau partai politik pilihannya. Mochtar menilai, sosialisasi yang dilakukan penyelenggara maupun peserta pemilu tak efektif kepada pemilih pemula. Apalagi, kata dia, sosialisasi saat ini lebih mengedepankan pencitraan yang mengutamakan simbol, slogan maupun tagline. “Padahal, sosialisasi kepada pemilih pemula harusnya lebih komprehensif,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan Agus M. Fauzi, konsultan politik & SDM Bangun Indonesia. Menurutnya, Golput di Jatim ada kemungkinan meningkat. Minimnya sosialisasi yang dilakukan KPU dan parpol membaawa dampak yang signifikan. “Sebab yang mereka laksanakan hanya sosialisasi pencoblosan saja,” terang Agus dihubungi terpisah, kemarin.
Jika belajar dari pengalaman Pemilu 2009 dan Pilgub tahun 2013, lanjut Agus, pemilih yang tidak hadir ke TPS masih sangat tinggi. “Tahun 2009 angka Golput 30-an persen, sedangkan Pemilukada Jatim 2013 di kisaran 40 persen. Lebih bagus dibanding Pemilukada 2008 yang mencapai 55 persen,” papar Agus.
Agus menegaskan minimnya angka partisipasi pemilih ke TPS akibat KPU maupun Parpol sendiri. Selain sosialisasi yang kurang, KPU selaku penyelenggara pemilu kurang dalam menyediakan fasilitas khusus bagi mereka yang sedang sakit, penyandang cacat, mahasiswa dari luar daerah dan mereka yang sedang melakukan perjalanan. “Misalnya di bandara, terminal, kampus tidak ada TPS-nya. Begitu juga bagi kaum difabel dan tuna netra, harusnya ada TPS khusus. Seandainya itu semua terpenuhi, bisa meminimalisir angka golput,” jelas Agus.
Hananto Widodo, pengamat politik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menambahkan, angka golput pada Pemilu 2014 ini tak jauh beda dari Pemilu-Pemilu sebelumnya. “Hasil pengamatan dari tahun ke tahun tidak jauh berbeda. Saya kira kenaikan angka golput tidak tinggi-tinggi banget. Kisarannya sama tahun-tahun lalu, 30-40 persen,” prediksi Hananto.
Menurutnya, angka golput tidak akan tinggi karena calon yang akan memimpin negeri ini merupakan dambaan masyarakat. Misalnya ada sosok Jokowi yang di mata masyarakat mempunyai citra bagus. “Ini hanya satu faktor. Masih ada faktor lain yang sifatnya teknis. Ini yang menjadi tanggung jawab KPU,” tutur Hananto.
Sementara itu, ribuan mahasiswa di Jatim juga terancam tidak memilih alias golput di Pemilu 2014 ini. Pasalnya, para mahasiswa itu berasal dari luar daerah sehingga tidak bisa memberikan hak pilih di kampus setempat. Pasalnya, tidak ada kejelasan TPS di kampus. "Kami pernah mengajukan TPS di dalam kampus. Ternyata ditolak,” kata Koordinator BEM SI Jawa Timur Muklish.
Dia mencontohkan, sejumlah PTN yang mahasiswanya berasal dari luar daerah seperti ITS terdapat sekira 5.000 mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Sementara di Unibraw, sekitar 60 persen mahasiswanya dari luar daerah. Kemudian UTM 70 persen dan Unair ada sekira 15 ribu mahasiswa dari luar daerah.
KPU Membela Diri
Terpisah, Ketua KPU Jatim Eko Sasmito membantah pihaknya kurang sosialisasi ke masyarakat. Komisioner yang belum sebulan menjabat ini mengaku sudah maksimal melakukan sosialisasi kepada pemilih usia muda. Mulai dari tingkatan KPU, PPK, PPS, sampai KPPS juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat. “Ukuran sosialisasi maksimal itu seperti apa? Semua sudah kami lakukan, bisa dilihat di berbagai media massa, media sosial, bahkan peserta pemilu juga melakukan sosialisasi,” sergahnya dengan nada tinggi.
Menurut Eko, kalaupun dianggap kurang maksimal, seluruh elemen masyarakat termasuk kalangan perguruan tinggi juga sebenarnya ikut bertanggungjawab. Karena itu, Eko mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menyukseskan pileg 2014. “Tingkat sosialisasi kita sudah sampai ke desa-desa, kami rasa itu sudah maksimal,” ujarnya.
Meski begitu, jauh-jauh hari Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Suprawoto mengatakan, pihaknya mengkawatirkan pemilih pemula dalam partisipasinya pada Pemilu April 2014 mendatang. Sebanyak 52 juta pemilih pemula masuk dalam kategori pemilih awam. Sehingga angka Golput dalam Pemilu ini diprediksi meningkat. "Jumlah itu sangat besar dan potensial. Jangan sampai mereka apatis dan Golput," ujar Supranoto awal Maret lalu.
Menurut Suprawoto, jutaan pemilih pemula terdiri dari anak-anak berusia 17 tahun ke atas, kaum difabel, masyarakat marginal dan pensiunan TNI. Sejak Pemilu 1999, Suprawoto menegaskan, angka golput dalam setiap pemilu mengalami kenaikan yang signifikan.
Jika jumlahnya terus naik, dikhawatirkan angggota legislatif yang duduk di parlemen bukan orang yang dipilih rakyat. "Diantara para calon anggota legislatif masih ada 90 persen nama orang-orang lama," ungkapnya.
SURABAYA (Surabaya Pagi) – Ini peringatan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April nanti. Tingginya angka golput pada pemungutan suara di luar negeri yang digelar sejak 30 Maret, bisa menular ke Jawa Timur (Jatim) maupun daerah-daerah lainnya. Ironisnya, berdasarkan survei terbaru di Jatim, mereka yang Golput justru dari pemilih pemula. Dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 di Jatim sejumlah 30.545.935 orang, angka Golput diprediksi di atas 35%. Selain tak percaya lagi pada janji-janji politikus atau calon anggota legislatif (Caleg), mereka juga minim pengetahuan soal teknis pelaksanaan Pemilu. Sementara berkaca dari Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim 2013 lalu, angka Golput di kisaran 40%. Sedang Golput pada Pemilu 2009 sekitar 30%.
Direktur Surabaya Survey Centre (SSC) Mochtar W Oetomo mengatakan tingkat partisipasi pemilih di Jatim lebih jelek dar ipada Pileg 2009 mencapai 73%, dan hanya 27% pemilih saja yang tidak menggunakan hak pilihnya. Tingkat partisipasi pemilih pada Pileg 2014 diprediksi rendah. Berdasarkan survei dari SSC, tingkat Golput alias tidak memberikan pilihan diprediksi diatas 35% dari total DPT Pemilu 2014 di Jatim sebanyak 30.545.935 orang.
“Menurut survei kami sampai Februari 2014, tingkat partisipasi Pileg 2014 ini rendah, paling tinggi nanti hanya 65% saja. Yang tidak menggunakan hak pilihnya lumayan tinggi, sekitar 35% lebih,” ujar Mochtar, Senin (31/3/2014).
Menurut dia, persentase 35% yang tak menggunakan hak pilih didominasi oleh para pemilih pemula. Penyebab utamanya adalah minimnya pengetahuan pemilih pemula soal teknis pelaksanaan pemilu. Selain beberapa diantaranya sudah apatis terhadap pemilu yang dianggap membosankan. Sebab sebelum ada pemilu, ada pilgub dan pilkada di berbagai daerah.
Mereka yang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) nanti diperkirakan adalah, pemilih dewasa dinilainya lebih memiliki pengetahuan sehingga aktif saat pencoblosan. Kemudian, pemilih yang sudah kenal dengan caleg atau partai politik pilihannya. Mochtar menilai, sosialisasi yang dilakukan penyelenggara maupun peserta pemilu tak efektif kepada pemilih pemula. Apalagi, kata dia, sosialisasi saat ini lebih mengedepankan pencitraan yang mengutamakan simbol, slogan maupun tagline. “Padahal, sosialisasi kepada pemilih pemula harusnya lebih komprehensif,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan Agus M. Fauzi, konsultan politik & SDM Bangun Indonesia. Menurutnya, Golput di Jatim ada kemungkinan meningkat. Minimnya sosialisasi yang dilakukan KPU dan parpol membaawa dampak yang signifikan. “Sebab yang mereka laksanakan hanya sosialisasi pencoblosan saja,” terang Agus dihubungi terpisah, kemarin.
Jika belajar dari pengalaman Pemilu 2009 dan Pilgub tahun 2013, lanjut Agus, pemilih yang tidak hadir ke TPS masih sangat tinggi. “Tahun 2009 angka Golput 30-an persen, sedangkan Pemilukada Jatim 2013 di kisaran 40 persen. Lebih bagus dibanding Pemilukada 2008 yang mencapai 55 persen,” papar Agus.
Agus menegaskan minimnya angka partisipasi pemilih ke TPS akibat KPU maupun Parpol sendiri. Selain sosialisasi yang kurang, KPU selaku penyelenggara pemilu kurang dalam menyediakan fasilitas khusus bagi mereka yang sedang sakit, penyandang cacat, mahasiswa dari luar daerah dan mereka yang sedang melakukan perjalanan. “Misalnya di bandara, terminal, kampus tidak ada TPS-nya. Begitu juga bagi kaum difabel dan tuna netra, harusnya ada TPS khusus. Seandainya itu semua terpenuhi, bisa meminimalisir angka golput,” jelas Agus.
Hananto Widodo, pengamat politik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menambahkan, angka golput pada Pemilu 2014 ini tak jauh beda dari Pemilu-Pemilu sebelumnya. “Hasil pengamatan dari tahun ke tahun tidak jauh berbeda. Saya kira kenaikan angka golput tidak tinggi-tinggi banget. Kisarannya sama tahun-tahun lalu, 30-40 persen,” prediksi Hananto.
Menurutnya, angka golput tidak akan tinggi karena calon yang akan memimpin negeri ini merupakan dambaan masyarakat. Misalnya ada sosok Jokowi yang di mata masyarakat mempunyai citra bagus. “Ini hanya satu faktor. Masih ada faktor lain yang sifatnya teknis. Ini yang menjadi tanggung jawab KPU,” tutur Hananto.
Sementara itu, ribuan mahasiswa di Jatim juga terancam tidak memilih alias golput di Pemilu 2014 ini. Pasalnya, para mahasiswa itu berasal dari luar daerah sehingga tidak bisa memberikan hak pilih di kampus setempat. Pasalnya, tidak ada kejelasan TPS di kampus. "Kami pernah mengajukan TPS di dalam kampus. Ternyata ditolak,” kata Koordinator BEM SI Jawa Timur Muklish.
Dia mencontohkan, sejumlah PTN yang mahasiswanya berasal dari luar daerah seperti ITS terdapat sekira 5.000 mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Sementara di Unibraw, sekitar 60 persen mahasiswanya dari luar daerah. Kemudian UTM 70 persen dan Unair ada sekira 15 ribu mahasiswa dari luar daerah.
KPU Membela Diri
Terpisah, Ketua KPU Jatim Eko Sasmito membantah pihaknya kurang sosialisasi ke masyarakat. Komisioner yang belum sebulan menjabat ini mengaku sudah maksimal melakukan sosialisasi kepada pemilih usia muda. Mulai dari tingkatan KPU, PPK, PPS, sampai KPPS juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat. “Ukuran sosialisasi maksimal itu seperti apa? Semua sudah kami lakukan, bisa dilihat di berbagai media massa, media sosial, bahkan peserta pemilu juga melakukan sosialisasi,” sergahnya dengan nada tinggi.
Menurut Eko, kalaupun dianggap kurang maksimal, seluruh elemen masyarakat termasuk kalangan perguruan tinggi juga sebenarnya ikut bertanggungjawab. Karena itu, Eko mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menyukseskan pileg 2014. “Tingkat sosialisasi kita sudah sampai ke desa-desa, kami rasa itu sudah maksimal,” ujarnya.
Meski begitu, jauh-jauh hari Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika, Suprawoto mengatakan, pihaknya mengkawatirkan pemilih pemula dalam partisipasinya pada Pemilu April 2014 mendatang. Sebanyak 52 juta pemilih pemula masuk dalam kategori pemilih awam. Sehingga angka Golput dalam Pemilu ini diprediksi meningkat. "Jumlah itu sangat besar dan potensial. Jangan sampai mereka apatis dan Golput," ujar Supranoto awal Maret lalu.
Menurut Suprawoto, jutaan pemilih pemula terdiri dari anak-anak berusia 17 tahun ke atas, kaum difabel, masyarakat marginal dan pensiunan TNI. Sejak Pemilu 1999, Suprawoto menegaskan, angka golput dalam setiap pemilu mengalami kenaikan yang signifikan.
Jika jumlahnya terus naik, dikhawatirkan angggota legislatif yang duduk di parlemen bukan orang yang dipilih rakyat. "Diantara para calon anggota legislatif masih ada 90 persen nama orang-orang lama," ungkapnya.
Akibat tak Ada Uang Transport
Banyak pihak yang menilai Golput itu juga sikap politik. Hanya saja, selama ini yang terjadi Golput cukup tinggi di Pemilu-Pemilu sebelumnya, lantaran sikap apatis dari masyarakat yang tak menggunakan hak pilihnya. Mereka tidak mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang membuat partisipasi pemilih dalam pelaksanaan Pemilu tidak sesuai harapan. Apakah kondisi sama juga terjadi pada Pemilu 2014 nanti?
Golput pada gelaran Pemilu 9 April 2014 nanti, pasti ada. Namun apakah angkanya akan naik atau menurun dari jumlah Golput Pemilu sebelumnya? Jawabannya bisa meningkat, bisa juga menurun. Jika sosialisasi calon anggota legislative (Caleg) benar-benar turun ke bawah, bisa jadi angka Golput akan mengalami penurunan. Saya milhat caleg-caleg dari berbagai parpol turun blusukan mensosialisasikan diri hingga ke desa-desa. Mereka tentu ingin dipilih agar bisa menjadi anggota legislatif (DPRD). Hal ini sedikit membantu meminimalisir angka Golput.
Hanya saja, krisis kepercayaan terhadap para Caleg ini juga kuat di masyarakat. Adanya konstituen yang pernah dikibuli caleg, tentu gairah untuk memilih menjadi berkurang. Dampak yang terjadi, mereka bersikap Golput alias tidak memilih. Namun menurut saya, kalau pun terjadi peningkatan angkat Golput, tidak begitu besar. Saya memprediksi naik di kisaran 5% dari Pemilu sebelumnya. Kalau golput masih tinggi dalam Pemilu 2014, berarti parpol gagal menjalin komunikasi politik dengan masyarakat.
Sebenarnya, hal ini bisa diantisipasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu. Misalnya, ada anggaran khusus dari KPU untuk transportasi pemilih. Menurut saya, ini akan menekan angka Golput. Sejauh ini, tidak ada inisiatif dari KPU mengenai uang transport untuk calon pemilih. Yang ada justru dari para caleg dengan berbagai alasan, agar dirinya bisa dipilih pada coblosan 9 April mendatang.
Banyak pihak yang menilai Golput itu juga sikap politik. Hanya saja, selama ini yang terjadi Golput cukup tinggi di Pemilu-Pemilu sebelumnya, lantaran sikap apatis dari masyarakat yang tak menggunakan hak pilihnya. Mereka tidak mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang membuat partisipasi pemilih dalam pelaksanaan Pemilu tidak sesuai harapan. Apakah kondisi sama juga terjadi pada Pemilu 2014 nanti?
Golput pada gelaran Pemilu 9 April 2014 nanti, pasti ada. Namun apakah angkanya akan naik atau menurun dari jumlah Golput Pemilu sebelumnya? Jawabannya bisa meningkat, bisa juga menurun. Jika sosialisasi calon anggota legislative (Caleg) benar-benar turun ke bawah, bisa jadi angka Golput akan mengalami penurunan. Saya milhat caleg-caleg dari berbagai parpol turun blusukan mensosialisasikan diri hingga ke desa-desa. Mereka tentu ingin dipilih agar bisa menjadi anggota legislatif (DPRD). Hal ini sedikit membantu meminimalisir angka Golput.
Hanya saja, krisis kepercayaan terhadap para Caleg ini juga kuat di masyarakat. Adanya konstituen yang pernah dikibuli caleg, tentu gairah untuk memilih menjadi berkurang. Dampak yang terjadi, mereka bersikap Golput alias tidak memilih. Namun menurut saya, kalau pun terjadi peningkatan angkat Golput, tidak begitu besar. Saya memprediksi naik di kisaran 5% dari Pemilu sebelumnya. Kalau golput masih tinggi dalam Pemilu 2014, berarti parpol gagal menjalin komunikasi politik dengan masyarakat.
Sebenarnya, hal ini bisa diantisipasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu. Misalnya, ada anggaran khusus dari KPU untuk transportasi pemilih. Menurut saya, ini akan menekan angka Golput. Sejauh ini, tidak ada inisiatif dari KPU mengenai uang transport untuk calon pemilih. Yang ada justru dari para caleg dengan berbagai alasan, agar dirinya bisa dipilih pada coblosan 9 April mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar