Selasa, 18 Desember 2012

Descartes, Hume dan Kant



 

1.      Latar belakang

   Zaman modern dalam sejarah filsafat biasanya dimulai oleh filsafat Descartes.Tentu saja pertanyaan ini bermaksud menyederhanakan permasalahan, Kata modern disini hanya digunakan untuk menunjukan suatu filsafat yang mempunyai corak yang amat berbeda, bahkan berlawanan, dengan corak pada abad pertengahan Kristen.Corak utama filsafat modern yang dimaksud disini adalah dianutnya kembali Rasioanlisme seperti pada masa yunani kuno.Gagasan itu, disertai oleh argument yang kuat, diajukan oleh Descartes.Oleh karena itu, gerakan pemikiran Descartes sering juga disebut bercorak Renaissence. Apa yang lahir kembali itu ?ya, rasionalisme yunani itu. Yang harus diamati disini adalah apakah konsekuensi Rasionalisme pada masa yunani akan terulang kembali.

2.      Manfaat dan tujuan makalah

Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

 

PENGENALAN PARAH TOKOH

1.      Siapakah Rene Descartes ?
Descartes lahir di La Hayee, Touraine, pada 31 Maret 1596. Di usia 9 tahun ia belajar logika, filsafat, fisika, etika, dan matematika di La Fleche, sebelum kemudian belajar hukum di Universitas Poitiers sampai tahun 1616. Konon ia juga sempat belajar ilmu kedokteran di tempat yang sama. Selama dua tahun (1617-1619) hidup di Belanda, Descartes membangun korespodensi dengan pemikir-pemikir besar eropa, seperti Hobbes, Moore, dan Arnauld. Descartes meninggal pada Februari 1650 dengan meninggalkan karya-karya monumental,

seperti Discours de La Methode (1637), Meditationes de Prima Philosophia (1641), Principia Philosophiae (1644), The passions of Soul, The World (tidak dipublikasikan), dan banyak lagi. Dua karya pertama Descartes (Discourse dan Meditationes) banyak diminati para ilmuwan karena keduanya menuangkan gagasan Descartes tentang Cartesian Doubt (Metode Keraguan Descartes), yang sering disebut Cogito Descartes atau Cogito saja.

2.      Siapakah david hume ?

David Hume (lahir 26 April 1711 – meninggal 25 Agustus 1776 pada umur 65 tahun)adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia.Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of England merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampaiKarya Macaulay.
Hume merupakan filsuf besar pertama dari era modern yang membuat filosofinaturalistis. Filosofi ini sebagian mengandung penolakan atas prevalensi dalam konsepsi dari pikiran manusia merupakan miniatur dari kesadaran suci; sebuah pernyataan Edward Craig yang dimasukan dalam doktrin 'Image of God'.Doktrin ini diasosiasikan dengan kepercayaan dalam kekuatan akal manusia dan penglihatan dalam realitas, dimana kekuatan yang berisi seritikasi Tuhan. Skeptisme Hume datang dari penolakannya atas ideal di dalam.
Hume sangat dipengaruhi oleh empirisis John Locke dan George Berkeley, dan juga bermacam penulis berbahasa Perancis seperti Pierre Bayle, dan bermacam figur dalam landasan intelektual berbahasa Inggris seperti Isaac Newton, Samuel Clarke, Francis Hutcheson, Adam Smith, dan Joseph Butler.

3.      Siapakah Immanuel kant ?

Immanuel Kant dilahirkan pada tahun 1724 di Königsberg dari pasangan Johann Georg Kant, seorang ahli pembuat baju zirah (baju besi), dan Anna Regina Kant. Ayahnya kemudian dikenal sebagai ahli perdagangan, namun di tahun 1730-1740, perdangangan di Königsberg mengalami kemerosotan. Hal ini memengaruhi bisnis ayahnya dan membuat keluarga mereka hidup dalam kesulitan. Ibunya meninggal saat Kant berumur 13 tahun, sedangkan ayah Kant meninggal saat dia berumur hampir 22 tahun.
Pendidikan dasarnya ditempuh Kant di Saint George's Hospital School, kemudian dilanjutkan ke Collegium Fredericianum, sebuah sekolah yang berpegang pada ajaran Pietist. Keluarga Kant memang penganut agama Pietist, yaitu agama di Jerman yang mendasarkan keyakinannya pada pengalaman religius dan studi kitab suci. Pada tahun 1740, Kant menempuh pendidikan di University of Königsberg dan mempelajari tentang filosofi, matematika, dan ilmu alam. Untuk meneruskan pendidikannya, dia bekerja sebagai guru privat selama tujuh tahun dan pada masa itu, Kant mempublikasikan beberapa naskah yang berkaitan dengan pertanyaan ilmiah. Pada tahun 1755-1770, Kant bekerja sebagai dosen sambil terus mempublikasikan beberapa naskah ilmiah dengan berbagai macam topik. Dan hingga Gelar profesor didapatkan Kant di Königsberg pada tahun 1770.

 

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN(Rene Descartes, david Hume, Immanuel Kant )

Rene Descartes

Untuk sampai pada pernyataan Descartes tentang Cogito Ergo Sum, kita harus melewati proses pemikiran Descartes tentang keraguan sebagai titik tolak menemukan titik kepastian. Dia mulai dengan keraguan. Menurut Descartes, sekurang-kurangnya aku ragu bukanlah hasil tipuan. Semakin kita dapat meragukan segala sesuatu, kita semakin mengada.Justru keraguann inilah yang membuktikan kepada diri kita bahwa kita ini nyata. Selama kita ragu, kita akan merasa makin pasti bahwa kita nayat-nyata ada. Lebih lanjut Descartes mengatakan bahwa meragukan itu adalah berpikir. Maka kepastian akan eksistensiku dicapai dengan berpikir. Descartes kemudian mengatakan; “aku berpikir, maka aku ada”.

Yang ditemukan dengan metode keraguan adalah kebenaran dan kepastian yang kokoh, yaitu “cogito” atau kesadaran diri.Cogito itu kebenaran dan kepastian yang tak tergoyahkan karena aku mengertinya secara jelas dan terpilah-pilah.Cogito itu tidak ditemukan dengan reduksi dari prinsip-prinsip umum atau dengan intuisi.Kedua metode tradisional ini bisa dipakai untuk membenarkan wahyu, padahal yang disebut wahyu itu bisa disangsikan dan filsafat tidak mengizinkan ketidakpastian. Cogito ditemukan dirinya sendiri., tidak melaui Kitab Suci, dongeng, pendapat orang, prasangka, dst. Kesangsian Descartes sedemikian radikal, tetapi kesangsian ini hanya sebuah metode yang ditemukan baru, dia sebetulnya tertap memiliki minat metafisik.Keraguan ini bersifat metodis dan bukan sebuah skeptisisme seperti dalam pemikiran Hume.

Lebih lanjut Descartes memberikan argumentasi tentang pembutkian adanya Tuhan.Setelah menemukan cogito, yakni subjektivitas, pikiran atau kesadaran melaui kesangsian metodis.Descartes lalu menyebut pikiran sebagai ide bawaan yang sudah melekat sejak kita dilahirkan ke dunia ini.Dia mneyebutnya “res cogitans”.Dalam kenyataan, aku ini bukan hanya pikiran, tetapi juga sesuatu yang bisa di raba dan dlihat.Kejasmianku ini bisa saja merupkan kesan yang menipu, tetapi bahwa kesan itu ada sejak lahir, meskipun tidak selalu sempurna, menunjukkan bahwa kejasmian juga merupakan sebuah ide bawaan.Descartes menyebutnya keluasan atau res extensa.Akhirnya dia juga berpendapat bahwa aku juga memiliki ide tentang sempurna.Lalu, dia mengatakan bahwa bahwa Allah juga merupkaan ide bawaan. Di sinilah ia membuktikan tentang adanya Allah. Tentang keluasan atau kejasmanian, dia berpendapat mustahil Allah yang maha benar itu menipu kita tentang adanya kejasmanian.Karena itu, materi adalah juga suatu substansi.Akhirnya, Allah sendiri suatu substansi, maka Allah itu ada.Menyimpulkan bahwa kita memiliki idea Allah, maka Allah ada, disebut argumen ontologis.Di sini Descartes termasuk filsuf yang membuktikan adanya Allah sejalan dengan Anselmus dan Thomas. Lebih dari itu, iasebetulnya mengandaikan bahwa adanya Allah menjadi ukuran segala pengetahuan, termasuk menjamin aku yang menyangsikan dapat mencapai kebenaran.

 

 

david Hume

Hume merupakan puncak aliran empirisme.baginya dan tokoh lain, pengalaman (empirea) lebih dari pada rasio sebagai sumber pengetahuan, baik pengalaman intern maupun ekstern.  Menurutnya, semua ilmu berhubungan dengan hakekat manusia. Ilmu inilah yang merupakan satu-satunya dasar kokoh bagi ilmu  lain.

Seperti John Lock yang bermadzhab empirisme, ia memiliki perbedaan pendapat. Menurutnya, pemahaman manusia dipengaruhi sejumlah kepastian dasar tertentu mengenai dunia eksternal, mengenai masa depan, mengenai sebab dan bahwa kepastian-kepastian ini merupakan bagian naluri alamiah manusia, yang tidak dihasilkan ataupun bisa dicegah oleh akal budi atau proses pemikiran manusia, dengan naluru alamiah manusia, manusia bisa mencapai kepastian-kepastian yang memungkinkan pengetahuan manusia.

Hume juga menyatakan bahwa semua pengetahuan dimulai dari pengalaman indra sebagai dasar. Kesan (impression) bagi Hume, sama dengan penginderaan (sensasional) pada Lock, adalah basis pengetahuan. Semua persepsi jiwa manusia terbentuk melalui dua alat yang berbeda, yaitu impression dan idea.Perbedaan keduanya terletak pada tingkat kekuatan dan garisnya menuju kekuatan besar dan kasar disebut impression (kesan) dan semua sensasi nafsu, emosi termasuk kategori ini begitu masuk kedalam jiwa.Sedangkan idea adalah gambaran kabur (faint mage) tentang persepsi yang masuk tadi ke dalam pikiran.

Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri yang selalu ada  bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah hasil pengideraan langsung, sedangkan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan seperti itu. Misal ada sebuah benda dengan ciri-ciri : putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar ciri-ciri tersebut tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi.Bahwa didunia ada realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kertas itu mengapa muncul gagasan kertas, bukan yang lain? Bagi Hume, “aku” tidak lain hanyalah “ a budle collection of perceptions “ (kesadaran tertentu )”.

Hume juga tidak mengakui bahwa adanya kausalitas atau hukum sebab akibat.Pada umumnya orang berpedapat, bahwa penyimpulan soal-soal yang nyata tampaknya didasarkan atas hubungan sebab akibat. Kita menuangka air pada bejana, kemudian di bawah bejana itu kita nyalakan api. Setelah beberapa waktu air itu mendidih.Apa yang diberitahukan oleh pengamatan kita? semula pengamatan mendapatkan kesan gejala pertama, yaitu air bejana. Setelah beberapa waktu pengamatan mendapat gejala yang kedua, yaitu air mendidih.

 Oleh karena kesan bejana yang kedua itu kita terima setelah ada api dibawah bejana padahal kesan itu terus menerus kita terima jikalau ada api ditempatkan dibawah bejana yang berisi air, timbullah asosiasi tertentu, yang menjadikan akal kita cenderung berpendapat seolah-olah api itulah yang menghubungkan air dingin dengan air mendidih. Hubungan ini kita anggap sebagai suatu hal yang pasti.Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari “probable” (berpeluang). Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita bicara tentang “ hukum alam“ atau “ sebab – akibat”, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja.

David Hume juga menolak membagi persepsi menjadi dua, persepsi sederhana  (simple) yaitu persepsi yang tidak bisa dibagi seperti ketika melihat merah, bulat, dan persepsi ruwet ( kompleks ) seperti idea apel yang memerlukan idea yang susunan dan asosiasinya kompleks. Karenanya untuk mengetahui kebenaran sebuah pengetahuan maka harus diuraikan idea yang kompleks menjadi idea-idea sederhana, dan kemudian menemukan kesan yang merupakan  basis idea tersebut. Oleh karena itu metode Hume tidak bisa digunakan untuk persoalan metafisika seperti Tuhan karena tidak mempunyai basis pengalaman dan tidak bisa mempunyai basis berupa hubungan antara idea yang  dapat didemonstrasikan melalui logika sederhana atau pembuktian matematis.

Di dalam etikanya, Hume membuang segala bentuk kausalitas, sebab akal hanya dapat menunjuk kepadanya hanya kesesuaian antara suatu perbuatan tertentu dengan defacto.Pada hakikatnya pemikiran Hume bersifat analisis, kritis, dan skeptis. Ia berpangkal pada keyakinan bahwa hanya kesan-kesanlah yang pasti, jelas, dan tidak diragukan, dari situlah ia sampai pada keyakinan bahwa “ aku “ termasuk dunia hayalan. Berarti, dunia terdiri dari kesan-kesan yang terpisah-pisah yang dapat disusun secara obyektif, sistematis, karena tiada hubungan sebab-sebab diatara kesan-kesan itu.

Immanuel Kant

Yang mendasari pemikiran Kant tentang metafisika adalah adanya konflik antara dua aliran, yakni empirisme dan rasionalisme mengenai bagaimana ilmu pengetahuan itu dimengerti.Menurut aliran rasionalisme, sumber ilmu pengetahuan adalah akal budi; yang menekankan pentingnya matematika dalam ilmu pengetahuan ilmiah.Filosof penganut aliran ini adalah Descartes (1596-1650), Spinoza (1632-1677) dan Leibniz (1646-1716).Sedangkan menurut aliran empirisme, sumber dari ilmu pengetahuan adalah pengalaman; yang menekankan pentingnya eksperimen dalam ilmu pengetahuan ilmiah.Filosof penganut aliran ini adalah Locke (1632-1704), Newton (1642-1727) dan Hume (1711-1776). Yang dilakukan oleh Kant antara lain adalah:

(1) menyatukan rasionalisme dan empirisme, yakni dengan menunjukkan bagaimana pengetahuan (ilmiah) adalah sesuatu yang eksis, dan bahwa akal budi serta pengalaman mempunyai kontribusi atas pengetahuan tersebut

(2) untuk menolak skeptisisme dari Hume yang menyatakan bahwa pengalaman itu secara ekstrim terbatas pada jenis pengetahuan apa yang dapat memberikannya.

   Menurut Kant dalam bukunya The Critique of Pure Reason, akal budi manusia di dalam suatu lingkungan kognisinya mempunyai hakikat sedemikian rupa, sehingga manusia tidak tahan untuk tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai dunia yang sesuai dengan hakikat akal budi-nya, yang tak akan pernah mereka ketahui jawaban-jawabannya. Akal budi manusia memulai sesuatu dengan prinsip-prinsip yang tidak dapat disalurkan lewat pengalaman, dimana pada waktu yang sama pengalaman dapat memastikan kebenaran. Dengan prinsip-prinsip tersebut, akal budi manusia bangkit. Namun dengan cepat ditemukan bahwa kerja akal budi manusia tidak pernah selesai, karena pertanyaan-pertanyaan baru tidak akan pernah berhenti untuk menunjukkan dirinya; Dengan demikian akal budi manusia terdorong untuk meminta pertolongan kepada prinsip-prinsip yang sebenarnya melebihi wilayah pengalaman, dan juga tidak dapat dipercayai oleh pandangan umum. Hal ini yang kemudian menjadi kekacauan dan kontradiksi, dimana akal budi manusia diduga memiliki kesalahan yang tersembunyi yang tidak dapat ditemukan, karena prinsip-prinsip yang dianutnya tadi melebihi batas dari pengalaman, yang tentunya tidak dapat diuji melalui patokan itu.Arena dari kompetisi antara akal budi dan pengalaman yang tidak berujung inilah yang dinamakan metafisika.

   Ada dua pengertian metafisika, menurut Kant: Metafisika yang pertama adalah pengetahuan spekulatif tentang realitas yang supersensibel dan tak bersyarat. Inilah pengertian metafisika kuno yang dibongkar dalam The Critique of Pure Reason.Sedangkan metafisika yang hendak dibangun Kant adalah “metafisika sebagai sains”, yakni inventarisasi seluruh pengetahuan yang diperoleh dengan akal budi murni dan tertata secara sistematis. Metafisika sebagai sains terdiri dari dua bagian: metafisika alam, yakni yang berisikan seluruh prinsip a priori tentang “apa”; dan metafisika moral, yang berisikan seluruh prinsip a priori tentang “apa yang seharusnya”. (lihat a priori di paragraf sesudahnya)

 Beberapa istilah teknis yang digunakan Kant:

(1) Kebenaran a priori (secara etimologis berarti “dari hal yang lebih dulu”), yakni kebenaran yang independen dari pengalaman atau kebenaran yang datang sebelum kita berinteraksi dengan objek. Kebenaran ini memiliki validitas universal dan niscaya (necessary), misalnya: kebenaran matematis bahwa 1+2=3;

 

(2) Kebenaran a posteriori (secara etimologis berarti “dari hal yang lebih kemudian”), yakni kebenaran yang didasarkan atas pengalaman atau kebenaran yang datang sesudah kita berinteraksi dengan objek. Misalnya: anjing itu menggonggong

(3) Proposisi Analitis, yakni proposisi dimana konsep predikatnya terdapat dalam konsep subjeknya. Misalnya dalam proposisi “Setiap orang menempati ruang”, konsep dari menempati ruang, dinyatakan dalam sebuah analisis dari karakteristik orang.Menurut para filosof sebelum Kant, dalam proposisi ini, kebenarannya hanya bisa diketahui secara a priori. Dan ini berarti jika proposisi itu benar maka kebenarannya bersifat niscaya dan dan tidak tidak bergantung dari pengalaman untuk membuktikan status kebenaran itu

(4) Proposisi Sintesis, yakni proposisi dimana konsep predikatnya tidak ditemukan dalam konsep subjeknya. Misalnya dalam proposisi “Pohon ini tingginya 2 meter”.Proposisi ini telah tersintesiskan, dalam artian konsep-konsep didalamnya telah menyatu menjadi sebuah proposisi baru dan tidak ditemukan dalam konsep individual manapun. Proposisi ini bersifat kontingen, yang berarti bahwa proposisi tersebut bisa benar atau salah sehingga kebenarannya hanya bisa diketahui secara a posteriori, dengan kata lain kebenarannya ditentukan oleh pembuktian dari pengalaman. Kant memperkenalkan kategori proposisi signifikan yang ketiga, yakni: yang bersifat sintesis a priori. Menurut Kant, proposisi yang bersifat sintesis a priori merupakan proposisi yang sifatnya benar tanpa memerlukan pertimbangan dari pengalaman. Lebih jauhnya, proposisi yang bersifat sintesis a priori seperti misalnya: “Segala sesuatu pasti memiliki sebab”, tidak pernah bisa dibuktikan oleh para penganut aliran empirisme karena mereka telah telah terdoktrin bahwa “pasangan” dari sintesis adalah posteriori dan sebaliknya, “pasangan” dari analitis adalah apriori. Begitu juga dengan penganut aliran rasionalisme.Mereka terlalu terpaku dengan rangkaian istilah tersebut, sehingga mereka seringkali salah. Seperti misalnya dalam proposisi “Diri sendiri merupakan zat tunggal” (The self is a simple substance), mereka mengira bahwa proposisi tersebut dapat dibuktikan secara analitis a priori tapi ternyata tidak. Kant berargumen, bahwa proposisi yang bersifat sintesis a priori memerlukan sejumlah macam bukti dibandingkan proposisi yang sifatnya analitis a priori atau sintesis a posteriori.Petunjuk dari bagaimana melakukannya, menurut Kant, dapat ditemukan dalam sejumlah proposisi yang ada dalam ilmu pengetahuan alam dan matematika. Proposisi geometris seperti “Sudut-sudut dari segitiga selalu berjumlah 180°” merupakan sesuatu yang diketahui secara a priori, namun hal tersebut tidak hanya diketahui dari sebuah analisis atas konsep segitiga saja. Kita harus “pergi keluar dan melebihi konsep... menggabungkan hal tersebut ke dalam pemikiran yang bersifat a priori, dimana kita tidak mempunyai pemikiran itu.”

Inovasi Kant secara metodologis adalah dengan menggunakan apa yang ia sebut sebagai argumen transendental untuk membuktikan proposisi yang bersifat sintesis a priori. Salah satu argumennya adalah “ada realitas yang eksis di dalam waktu dan tempat diluar diriku”, yang tidak bisa dibuktikan baik secara a priori maupun posteriori.Menurutnya, ada sebuah realitas yang bersifat independen dan diluar pengalaman manusia.

Ia menyebut realitas itu sebagai dunia noumena—yakni dunia realitas dalam-dirinya-sendiri. Sedangkan dunia yang tampak dihadapan kita adalah dunia fenomena—yakni dunia yang ditangkap oleh pengalaman indera kita. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa pasti ada sesuatu yang sifatnya permanen diluar dirinya, yang tidak dapat dijangkau oleh dirinya sendiri.

 

 

KESIMPULAN PEMIKIRAN (Rene Descartes, david Hume, Immanuel Kant )

Dengan mempelajari proses dan model para filsafat zaman modern sebagaimana disampaikan dimuka maka dapat disimpulkan bahwa kita harus memahami apa yang telah terjadi dari penjelasan-penjelasan filsafat zaman modern menurut beberapa aliran-aliran.

Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama,tidak juga dari para penguasa,tetapi dari diri manusia sendiri namun aliran rasionallisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio kebenaran dari rasio (akal).

Kritik

Pada Pandangan dualistis Descartes tentang manusia mewariskan kesulitan dalam melihat relasi timbal-balik jiwa dan badan.Di sisi lain, cogito pun mendatangkan persoalan mendasar, karena kebenaran pikiran atau kesadaran melukiskan seolah-olah kenyataan di luar kesadaran—lukisan belum tentu menampilkan kenyataan.Antara pikiran dan kenyataan masih ada jurang menganga.

Saran

Kelompok kami sebagai penulis makalah ini menyatakan siapapun yang membaca makalah ini dapat memahami pengertian dan memahami model dan konsep filsafat zaman modern.

        Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menciptakan pemilihihan kepemimpinan yang baik,dan semoga makalah ini memberikan dorongan, semangat, bahkan pemikiran para pembaca,dengan makalah ini menjadi pedoman kaidah yang baik.

Demikianlah penjelasan tentang  filsafat zaman modern, bila kiranya ada salah dalam penulisan kata-kata kami mohon maaf, semoga makalah ini dapat bermanfaat Bagi kita semua.

BY..  nofianto puji imawan, haikal, hery amaryansyah, toto pratomo, dan syid husain (mahasiswa prodi komunikasi FISIB universitas trunojoyo madura)


 

DAFTAR PUSTAKA

Bagley, Paul J., 1996. "On the moral philosophy of Rene Descartes", dalam TFil (Tijdschrift voor Filosofie) No. 58; hal.673-696.


Bertens, K., 1986. Panorama Filsafat Modern. Jakarta: Gramedia.

Brouwer, M,A.W., 1980. Sejarah Filsafat Modern dan Sejaman. Bandung: Penerbit Alumni.

Conway, Michael A., 2000. Faith and reason in Rene Descartes (1596-1650): an

appreciation and critique from Maurice Blondel, dalam Gr (Gregorianum) No. 83; hal. 111-130.

Descartes, R - The Rationalists: Rene Descartes (transl. by John Veitch). Garden City: Dolphin Books.

Dister, Nico Syukur, 1992."Descartes, Hume dan Kant, Tiga Tonggak Filsafat Modern" dalam FX.Mudji Sutrisno dan F. Budi Hardiman (Editor). Para Filsuf Penentu Gerak Zaman; hal 55- 71.Yogyakarta: Kanisius.

Duden, 2001.Philosophie. Mannheim: Duden Verlag.

Hamersma, Harry. 1983. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia.

Hardiman, F. Budi, 2003. Filsafat Modern, Dari Machiavelli sampai Nietzsche, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hirschberger, Johannes, 1980. Geschichte der Philosophie Band II (Neuzeit und Gegenwart). Köln: Komet.

Koesno, F.X., 1987. "Rene Descartes (1956-1950)", dalam MaDi (Mawas Diri) No. 16; hal.19-22.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar